a very best friend of mine, a famous writer Ika Natassa, berbaik hati membantu gw membuatkan review kuliner sebuah resto yang bikin gw penasaran banget di Pacific Place., Le Seminyak. Omigodd, gw merasa seperti kejatuhan duren, blog gw disamperin orang terkenal boooo. Thx berat ya Ka... Bikin gw tambah ngilerrr nihh pengen ke sana... Begini ceritanya :
Nina belum pernah ikutan buka di sini, jadi gw mau numpang review secara so far ini adalah restoran favorit gw dalam hal berbuka puasa. Did it twice, sekali buka puasa sekalian reunian dengan segelintir long-time best friends, salah satunya sedang numpang lewat mengunjungi keluarganya setelah lama menetap di washington (dan gw baru ketemu lagi sekali itu setelah hampir 10 tahun!). Sekali lagi bareng anak2 kantor. Kok jadi cerita ini ya hehehe.
Alasan pertama memilih Le Seminyak adalah lokasi – Pacific Place letaknya hanya selemparan batu dari kantor gw, jadi sangat convenient. Kedua: menurut gw kalau buka puasa itu wajib menu Indonesia (which is why I’m kissing Potato Head dan Y&Y goodbye selama bulan Ramadhan), dan satu-satunya resto Indonesia yang lumayan di PP ya Le Seminyak ini. Ada resto Sunda (lupa namanya) di B1 tapi kurang gimana gitu, mending Bumbu Desa kemana-mana (nggak tahu kenapa tapi sejak pindah kesini gw jadi addicted to Bumbu Desa haha).
Okay, let’s talk about the atmosphere. Pas pertama masuk kayaknya kecil banget, beda-beda tipis sama Pancious yang pas di sebelah, tapi ternyata ruangan di dalam lumayan gede. Dan yang paling gw suka itu meja yang city view. So etheral to have traditional Balinese food with skyscrappers staring at your face. Cocok banget untuk long casual dinner with friends. Kabarnya, Le Seminyak ini dikonsepkan dengan tema fusion antara Balinese traditional food dan European fine dining.
Maaf gw bukan pemakan bebek (jadi jangan tanya rasa bebek Betutu-nya gimana) atau daging merah, jadi review di sini murni untuk menu-menu yang sempat gw nikmatin (dan ketagihan), di antaranya:
Nina belum pernah ikutan buka di sini, jadi gw mau numpang review secara so far ini adalah restoran favorit gw dalam hal berbuka puasa. Did it twice, sekali buka puasa sekalian reunian dengan segelintir long-time best friends, salah satunya sedang numpang lewat mengunjungi keluarganya setelah lama menetap di washington (dan gw baru ketemu lagi sekali itu setelah hampir 10 tahun!). Sekali lagi bareng anak2 kantor. Kok jadi cerita ini ya hehehe.
Alasan pertama memilih Le Seminyak adalah lokasi – Pacific Place letaknya hanya selemparan batu dari kantor gw, jadi sangat convenient. Kedua: menurut gw kalau buka puasa itu wajib menu Indonesia (which is why I’m kissing Potato Head dan Y&Y goodbye selama bulan Ramadhan), dan satu-satunya resto Indonesia yang lumayan di PP ya Le Seminyak ini. Ada resto Sunda (lupa namanya) di B1 tapi kurang gimana gitu, mending Bumbu Desa kemana-mana (nggak tahu kenapa tapi sejak pindah kesini gw jadi addicted to Bumbu Desa haha).
Okay, let’s talk about the atmosphere. Pas pertama masuk kayaknya kecil banget, beda-beda tipis sama Pancious yang pas di sebelah, tapi ternyata ruangan di dalam lumayan gede. Dan yang paling gw suka itu meja yang city view. So etheral to have traditional Balinese food with skyscrappers staring at your face. Cocok banget untuk long casual dinner with friends. Kabarnya, Le Seminyak ini dikonsepkan dengan tema fusion antara Balinese traditional food dan European fine dining.
Maaf gw bukan pemakan bebek (jadi jangan tanya rasa bebek Betutu-nya gimana) atau daging merah, jadi review di sini murni untuk menu-menu yang sempat gw nikmatin (dan ketagihan), di antaranya:
- Cumi megoreng – balutan tepung crispy dengan kejutan daging cumi putih yang empuk di dalam benar-benar memanjakan lidah di awal menu.
- Sambal matah – di sini sambal matahnya di jual per porsi, dan rasa bawang dan pedasnya itu pas banget di lidah. Untuk seseorang yang nggak tahan pedas, sambal matahnya cukup bersahabat di lidah gw.
- Sate lilit – baik yang ikan maupun yang ayam rasanya dahsyat, gurih. Gw ingat waktu itu kita seorang bisa ngabisin sampai 4 sate lilit hehehe (maklum laper abis buka)
- Udang kelapa gurih
- Gurame terbang – rasanya kurang lebih sama dengan gurame gorengnya Cemara (buat penggemar seafoodd di Medan pasti hapal tempat ini)
- Ikan bakar Jimbaran – need I say more?
- Cumi bakar – aromanya menggoda banget dan sama sekali nggak alot digigit
- Selain menu ala carte di atas, Le Seminyak juga menghidangkan nasi campur Bali (ada sekitar 5 jenis hidangan nasi sejenis ini, dan lupa semua gw namanya hahaha). Tapi gw paling suka satu hidangan nasi kuning + sambal matah + sate cumi + ayam bakar Bali.
- Buat dessert, karena waktu itu gw sedang flu berat dan menghindari segala sesuatu yang dingin2, gw memilih yang namanya Bubur Injin, itu tuh semacam kolak yang isinya pisang bakar. Anget2 nyenengin.
Buat rasa, Le Seminyak belum ada duanya. Setelah gw google2 siapa chef-nya, ternyata si Nyoman Lother Arsana, ahli kuliner Bali, mantan chef Grand Hyatt Bali, dan juga penulis buku The Food of Bali: Authentic Recipes from the Island of the Gods. Pantes enak. Tapi price can’t lie kali ya? Untuk dinner ber 5, waktu itu kita habis lebih dari 600 ribu.
Anyway, kalo gw sih, mau diajak buka di sini 5 kali seminggu juga nggak nolak hehe. Ada yang mau nraktir, barangkali?